Pernahkah
kalian memandang gedung-gedung pencakar langit di ibu kota seperti melihat
lukisan? Terlihat begitu jauh, seperti disapu kabut?
Pernahkah kalian berlibur ke desa dan ketika pemikiran akan kembali ke kota besar begitu enggan karena bayangan jalanan berdebu macet dengan banyak kendaraan yang tidak kalah berdebu juga?
Pernahkah kalian berlibur ke desa dan ketika pemikiran akan kembali ke kota besar begitu enggan karena bayangan jalanan berdebu macet dengan banyak kendaraan yang tidak kalah berdebu juga?
Orang
kota besar, khususnya Jakarta tentu sering atau setidaknya sering mengalami
fenomena seperti itu. Sejujurnya mereka sadar akan polusi udara yang
menggerayangi setiap hari ketika berangkat atau pulang kerja. Itu pun untuk
yang bekerja di perkantoran. Bagaimana dengan warga yang mencari nafkah di sepenjang
jalan? Warteg, supir angkot, ojeg, kaki lima, toko-toko pinggiran jalan, yang
terpapar debu di kesehariannya? Mereka tahu akan penyakit yang membayang saat
umur lanjut nanti tapi kita hidup hari ini, makan hari ini, dari mana lagi kita
dapat uang selain berteman dengan udara yang tidak begitu bersahabat.
Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan menobatkan Jakarta Utara sebagai kota dengan
tingkat polusi udara terburuk se-Indonesia pada 2014. Penelitian ini dilakukan
terhadap 14 kota metropolitan di Tanah Air.
Wali
Kota Jakarta Utara, Rustam Effendi, mengatakan sangat sedikit yang bisa
dilakukan untuk mengembalikan kehijauan di tanah ini. Lahan hijau terbuka
hampir seluruhnya dikuasai perseorangan atau swasta. Ketika pemerintah hendak membeli
dan membuka lahan hijau untuk umum, mereka malah mematok harga selangit, bahkan
jauh lebih tinggi dari pajaknya.
Belum
lagi tanah di area Jakarta Utara kering dan tidak sesubur daerah Jakarta lain.
Sulit untuk menumbuhkan tanaman atau pohon hingga tumbuh besar dan rimbun.
Seringnya pohon akan mati karena kekeringan, kurangnya zat hara, atau polusi
udara yang mengakibatkan kendala dalam proses fotosintesis. Ingat bahwa pohon
atau tumbuhan menyerap karbondioksida, bukan karbon monoksida atau karbon sisa baracun
lain yang keluar dari asap kendaraan.
Hilangnya
atau kurangnya tumbuhan sebagai penyaring udara kotor di daerah DKI menyebabkan
polutan udara bisa langsung terserap manusia. Sayangnya satu hal kecil yang
dapat dilakukan warga sekitar hanya memakai masker. Itupun bagi orang yang
sadar akan polusi udara dan debu yang kadang tidak terlalu kentara karena
kuatnya sinar matahari. Tapi bagi sebagian orang lain, memakai masker seperti
hal remeh tak guna. Alasan ditambah dengan makin panasnya udara Jakarta. Padahal
ancaman kematian polusi udara tidak bisa dianggap remeh.
Penelitian
menyebutkan bahwa polusi udara dapat mengubah volume otak seseorang. Kamis, 23
April 2015, di American Heart Association Journal Stroke, peneliti memeriksa
943 orang dewasa sehat yang berusia minimal 60 tahun dan tinggal di wilayah New
England.
Dengan
menggunakan MRI (magnetic resonance imaging), ditemukan bahwa peningkatan 2
mikrogram/meter kubik polusi fine particle (gas buang mobil) terkait dengan
penurunan 0,32 volume otak. Penurunan sebanyak ini sama dengan penuaan otak
normal selama setahun. Manusia dengan kondisi ini memiliki 46% risiko silent
stroke.
Belum
lagi studi lain yang menyatakan polusi udara dari bahan bakar padat (batu bara,
biomassa), emisi lalu lintas, pembangkit daya, praktek pertanian menggunakan
bahan kimia, dan lain-lain menjadikan kematian dini akibat polusi udara di
ruang terbuka bisa dua kali lipat pada tahun 2050 dengan 6,6 juta kemtian premature
pertahun.
Ilmuwan
di Belanda mengaplikasikan penemuannya berupa paving block (bata beton) untuk
jalan dan trotoar untuk menyerap polusi udara hingga 45%. Lapisan paving block
yang telah disemprot titanium dioksida mampu menghilangkan polutan dan
mengubahnya menjadi senyawa tidak berbahaya.
Sesungguhnya,
kematian manusia memang banyak disebabkan oleh sikap tidak peduli dan keegoisan manusia sendiri. Maukah kita
diperbudak nafsu kita sendiri? Jawabannya akan kembali pada kesadaran diri
masing-masing.
Oleh : Andiny A.
Referensi :
- http://metro.tempo.co/read/news/2015/02/24/083645046/jakarta-utara-paling-polusi-se-indonesia
- http://metro.tempo.co/read/news/2015/02/25/083645195/disebut-paling-berpolusi-wali-kota-jakarta-utara-maklum
- http://tekno.tempo.co/read/news/2015/04/25/061660720/polusi-udara-bisa-mengecilkan-otak-dan-pemicu-stroke
- http://tekno.tempo.co/read/news/2015/09/18/061701652/studi-polusi-udara-bunuh-3-juta-orang-per-tahun
- http://tekno.tempo.co/read/news/2013/07/13/097496080/paving-jalan-ini-bisa-serap-polusi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar