Rabu, 16 Desember 2015

Lemahnya Kesadaran Aktualisasi AMDAL


Bagi seseorang yang mempelajari tentang lingkungan, kimia lingkungan, atau sejenisnya pasti istilah AMDAL sudah tidak asing lagi ditelinga. Apa sih AMDAL?

AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), menurut PP No. 27 Tahun 1999 adalah kajian atas dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diper lukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usasa atau kegiatan. Singkatnya jika seseorang atau kelompok ingin mendirikan suatu usaha atau proyek, harus ada dokumen analisis tentang kemungkinan dampak yang diberikan oleh kegiatan tersebut terhadap lingkungan sekitar.

Kantor Lingkungan Hidup di setiap daerah dewasa ini sedang gencar memantau para pelaku usaha dalam aktualisasi AMDAL. Tapi pemerintah sepertinya harus merasa kecewa karena dari sekian banyak tempat usaha, dari kecil hingga industri, banyak yang belum memiliki izin AMDAL.

Contoh kasus di daerah Kota Batu, Malang, dari 64 hotel yang beroperasi baru 6 hotel yang mempunyai AMDAL. Atau pelanggaran prosedur PT Suryamas Cipta Perkasa (Kalimantan Tengah) yang berupa pelanggaran prosedur perizinan pembukaan hutan untuk disulap menjadi perkebunan sawit seluas 23000 hektar, perusakan lahan gambut, perusakan habitat orangutan dan merusak keseimbangan hidup masyarakat lokal yang masih terjadi hingga saat ini (tahun 2012). Akuisisi lahan oleh PT SCP sejak tahun 90-an ini telah membuat negara merugi hingga Rp158,5 triliun.

Tidak hanya di Kalimantan, perusahaan besar yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit di Bengkulu juga terjerat kasus yang sama. Yang lebih parah adalah perusahaan ini berdiri dan berjalan ‘adem ayem’ selama 33 tahun!

Padahal, Kementerian menggunakan Peraturan Kementrian LH turunan UU 23 tentang Lingkungan Hidup menjerat para sanksi yang mengabaikan dokumen AMDAL dengan denda paling banyak Rp300 milyar dan sanksi kurungan lebih dari dua tahun.

Bisa dikatakan ini merupakan ketelodoran pemerintah juga. Tempat usaha yang akan dibangun pasti harus melalui tahap perizinan bangunan, pajak, dan lain-lain, tapi tetap saja banyak yang ‘terselip’ oleh mata pemerintah. Ujungnya, masyarakat sekitar juga yang kena imbas dari ketidakjelian para pemerhati lingkungan jika efek negatiflah yang dirasakan warga setempat. Disinilah juga peran warga sipil dibutuhkan untuk kritis tentang lingkungannya.


Keputusan berani dari pemerintah lah yang akan dinilai tegas dalam menangani kasus ‘usaha ilegal tanpa AMDAL’. Tahun 2010 lalu, pemerintah menargetkan setiap perusahaan diharuskan memiliki hasil AMDAL atau audit lingkungan. Jika tidak, mereka terancam dibubarkan pemerintah. Tapi ternyata masih banyak perusahaan ‘nakal’ yang bermain di belakang mata pemerintah yang juga ‘bekerja malas’. September lalu perhotelan di Makassar tidak memiliki analisis mengenai dampak lalu lintas (AMDAL LALIN) yang disinyalir dikarenakan pengawasan yang dilakukan Dinas Perhubungan Makassar masih lemah.

Oleh : Andiny Arifin
Referensi :

Tidak ada komentar: