Bagi
seseorang yang mempelajari tentang lingkungan, kimia lingkungan, atau
sejenisnya pasti istilah AMDAL sudah tidak asing lagi ditelinga. Apa sih AMDAL?
AMDAL
(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), menurut PP No. 27 Tahun 1999 adalah
kajian atas dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha
atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diper lukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usasa atau kegiatan.
Singkatnya jika seseorang atau kelompok ingin mendirikan suatu usaha atau
proyek, harus ada dokumen analisis tentang kemungkinan dampak yang diberikan
oleh kegiatan tersebut terhadap lingkungan sekitar.
Kantor
Lingkungan Hidup di setiap daerah dewasa ini sedang gencar memantau para pelaku
usaha dalam aktualisasi AMDAL. Tapi pemerintah sepertinya harus merasa kecewa
karena dari sekian banyak tempat usaha, dari kecil hingga industri, banyak yang
belum memiliki izin AMDAL.
Contoh kasus
di daerah Kota Batu, Malang, dari 64 hotel yang beroperasi baru 6 hotel yang
mempunyai AMDAL. Atau pelanggaran prosedur PT Suryamas Cipta Perkasa
(Kalimantan Tengah) yang berupa pelanggaran prosedur perizinan pembukaan hutan
untuk disulap menjadi perkebunan sawit seluas 23000 hektar, perusakan lahan
gambut, perusakan habitat orangutan dan merusak keseimbangan hidup masyarakat lokal
yang masih terjadi hingga saat ini (tahun 2012). Akuisisi lahan oleh PT SCP
sejak tahun 90-an ini telah membuat negara merugi hingga Rp158,5 triliun.
Tidak hanya
di Kalimantan, perusahaan besar yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit
di Bengkulu juga terjerat kasus yang sama. Yang lebih parah adalah perusahaan
ini berdiri dan berjalan ‘adem ayem’ selama 33 tahun!
Padahal,
Kementerian menggunakan Peraturan Kementrian LH turunan UU 23 tentang
Lingkungan Hidup menjerat para sanksi yang mengabaikan dokumen AMDAL dengan
denda paling banyak Rp300 milyar dan sanksi kurungan lebih dari dua tahun.
Bisa
dikatakan ini merupakan ketelodoran pemerintah juga. Tempat usaha yang akan
dibangun pasti harus melalui tahap perizinan bangunan, pajak, dan lain-lain,
tapi tetap saja banyak yang ‘terselip’ oleh mata pemerintah. Ujungnya,
masyarakat sekitar juga yang kena imbas dari ketidakjelian para pemerhati
lingkungan jika efek negatiflah yang dirasakan warga setempat. Disinilah juga peran
warga sipil dibutuhkan untuk kritis tentang lingkungannya.
Keputusan
berani dari pemerintah lah yang akan dinilai tegas dalam menangani kasus ‘usaha
ilegal tanpa AMDAL’. Tahun 2010 lalu, pemerintah menargetkan setiap perusahaan
diharuskan memiliki hasil AMDAL atau audit lingkungan. Jika tidak, mereka
terancam dibubarkan pemerintah. Tapi ternyata masih banyak perusahaan ‘nakal’
yang bermain di belakang mata pemerintah yang juga ‘bekerja malas’. September
lalu perhotelan di Makassar tidak memiliki analisis mengenai dampak lalu lintas
(AMDAL LALIN) yang disinyalir dikarenakan pengawasan yang dilakukan Dinas
Perhubungan Makassar masih lemah.
Oleh : Andiny Arifin
Referensi :
- http://www.artikelsiana.com/2015/01/pengertian-amdal-fungsi-tujuan-manfaat-amdal.html#
- http://nasional.tempo.co/read/news/2010/06/25/180258422/80-persen-hotel-di-kota-batu-tak-punya-amdal
- http://nasional.tempo.co/read/news/2010/09/28/173281196/perusahaan-tanpa-amdal-terancam-ditutup-pemerintah
- http://www.mongabay.co.id/2012/07/12/laporan-pt-scp-sulap-22-000-hektar-hutan-kalteng-jadi-kebun-sawit-tanpa-izin/]
- http://www.kompasiana.com/www.4lawangitcommunity.blogspot.com/hebat-ada-perusahaan-besar-beroperasi-33-tahun-tanpa-izin_54f341e7745513a02b6c6df8
- http://upeks.co.id/sulsel-membangun/kawasan-panakkukang-dominasi-usaha-tanpa-amdal-lalin.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar