Pemanasan global sudah menjadi isu utama dunia yang tidak pernah
habis untuk dibahas, apalagi di saat keadaan bumi yang genting seperti
ini. Sejak tahun 1990-an hingga 2000-an, isu ini mencapai puncaknya,
karena kesadaran manusia terhadap lingkungannya yang semakin tergerus
kesegarannya. Pemanasan global ini memicu terjadinya gejal-gejala
'sakit' bumi, seperti efek rumah kaca, perubahan iklim, kenaikan debit
air laut, pengikisan lapisan es di kutub, dan lainnya masih banyak lagi.
Pemanasan
global yang memicu perubahan iklim ini semakin lama semakin ekstrim.
Ilmuwan bahkan memperkirakan tahun 2016 dan 2017 bakal menjadi tahun
terpanas di bumi. Padahal rata-rata suhu di tahun 2015 ini saja sudah
sangat tinggi. Kita ingat suhu tinggi yang terjadi di India tahun ini
menyebabkan 2000 orang tewas dikarenakan kepanasan dan dehidrasi. Suhu
tinggi tersebut bahkan mencapai titik 45 derajat celcius. Ini membuat
keadaan sulit bagi kaum miskin yang tidak memiliki keberdayaan untuk
menyelamatkan diri ataupun melindungi diri mereka. Dikarenakan juga
perekonomian yang melambung akibat hawa panas yang berlangsung di sana.
American
Academy of Pediatrics (AAP) memiliki kekhawatiran khusus terhadap
perubahan iklim yang semakin ekstrim ini. Berdasarkan penelitian yang
mereka lakukan, perubahan iklim ini akan berpengaruh terhadap kesehatan,
terutama anak-anak. Ini dikarenakan anak-anak rentan terhadap
perubahan-perubahan ini karena mereka masih dalam tahap tumbuh kembang
dan belum memiliki organ serta daya tahan tubuh yang kompleks seperti
halnya orang dewasa. Menurut AAP, anak-anak yang berasal dari kalangan
menengah ke bawah yang akan paling banyak mengalami penderitaan
tersebut. Orang tua mereka yang mengalami kesulitan ekonomi, akan
menyulitkan mereka menghadapi perubahan alami global karena segala hal
akan semakin sulit didapatkan ke depannya. AAP memperkirakan pada 2030
perubahan iklim akan menyebabkan kematian lebih dari 48000 anak di Asia
dan sub-Sahara Afrika dikarenakan penyakit diare.
Selain
itu, AAP juga menyatakan bahwa perubahan iklim dapat meningkatkan
penyebaran penyakit menular, seperti chikungunya, demam berdarah,
malaria, virus West Nile, penyakit Lime, meningitis, dan semacamnya.
Sayangnya,
Pemerintah Indonesia sendiri tampaknya masih belum menyiapkan dengan
jeli perubahan iklim ini terutama pada segi pendanaan. Menkeu Bambang
Brodjonegoro mengatakan bahwa pemerintah masih belum memiliki anggaran
khusus perubahan iklim meski ingin berperan aktif bersama negara-negara
lain mengatasi dan mengantisipasi perubahan iklim. Menkeu menambahkan
bahwa negara membutuhkan investor-investor untuk menangani proyek
perubahan energi, namun sayangnya, pernyataannya belum benar-benar
menjelaskan tentang peran nyata pemerintah yang akan dilaksanakan dalam
waktu dekat untuk mengatasi dan mengantisipasi perubahan iklim. Meski
begitu, Indonesia juga telah merencanakan target pengurangan pemakaian
emisi mencapai 29 persen.
Pembentukan Ruang Terbuka
Hijau (RTH) yang mencapai kuantitas ideal dengan yang dibutuhkan
masing-masing kota di Indonesia salah satu langkah yang perlu secepatnya
direalisasikan. Sementara itu, penegakan hukum mengenai perlindungan
terhadap alam, seperti hukum membuang sampah sembarangan dan penebangan
dan pembakaran liar hutan perlu dipertegas lagi. Jangan sampai di tahun
mendatang kebakaran hutan yang parah di Sumatera 2015 ini kembali
terulang. Saya pribadi berpikir, jika kota-kota di Indonesia penuh
dengan pohon asri di jalanan, maka orang-orang akan beralih ke modal
transportasi yang lebih ramah lingkungan seperti bersepeda apalagi
berjalanan kaki, karena suhu tidak akan begitu panas, dan matahri tidak
akan begitu terik, yang biasanya menjadi alasan orang-orang untuk
menggunakan kendaraan bermotor pribadi, selain alasan kepraktisa. Kita
pun perlu berkaca pada masyarakat adat yang masih menjaga hutan-hutan
yang mereka tinggali dengan baik. Terbukti dalam bentuk kuantitas bahwa
hutan-hutan yang ditinggali masyarakat adat terbebas dari kebakaran
hutan dan lahan. Hanya hutan-hutan yang telah diambil korporasi saja
yang mengalami kebakaran hutan atau lahan tersebut,. Salah satu alasan
sederhananya adalah, karena masyarakat adat itu tahu bahwa bumi yang
mereka pijak adalah tempat yang patut disyukuri dan dijaga
kelestariannya untuk menyambung hidup anak cucu mereka nantinya.
http://news.liputan6.com/read/704819/pbb-95-yakin-manusia-penyebab-dominan-pemanasan-global
http://bisnis.liputan6.com/read/2306972/pemerintah-belum-siapkan-anggaran-untuk-atasi-perubahan-iklim
http://nasional.sindonews.com/read/1007199/149/2-000-warga-india-tewas-kepanasan-1433042669
http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/11/perubahan-iklim-pengaruhi-kesehatan-anak
http://www.voaindonesia.com/content/pemerintah-siapkan-langkah-strategis-dalam-ktt-perubahan-iklim-2015/3077495.html
http://gaung.aman.or.id/2015/12/01/presiden-jokowi-ada-peran-masyarakat-adat-dalam-mitigasi-perubahan-iklim/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar