Kamis, 17 Desember 2015

Konsep Perumahan yang Berwawasan Lingkungan




Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pertama kali diperkenalkan pada tahun oleh National Environmental Policy Act di Amerika Serikat. Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No. 27/1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup,
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya.Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek abiotik, biotik dan kultural. Dasar hukum AMDAL di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang "Izin Lingkungan Hidup" yang merupakan pengganti PP 27 Tahun 1999 tentang Amdal.

Fungsi AMDAL antara lain :
  1. Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
  2. Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  3. Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  4. Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
  5. Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan
  6. Awal dari rekomendasi tentang izin usaha
  7. Sebagai Scientific Document dan Legal Document
  8. Izin Kelayakan Lingkungan


Prinsip-Prinsip AMDAL :
  1. AMDAL bagian integral dari Studi Kelayakan Kegiatan Pembangunan
  2. AMDAL menjaga keserasian hubungan antara berbagai kegiatan agar dampak dapat diperkirakan sejak awal perencanaan
  3. AMDAL berfokus pada analisis: Potensi masalah, Potensi konflik, Kendala sumber daya alam, Pengaruh kegiatan sekitar terhadap proyek  
  4. Dengan AMDAL, pemrakarsa dapat menjamin bahwa proyeknya bermanfaat bagi masyarakat & aman terhadap lingkungan


5 dokumen kajian AMDAL yaitu :
Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KAANDAL).
KA-ANDAL adalah suatu dokumen yang berisi tentang ruang lingkup serta kedalaman kajian ANDAL.  

Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL).
Dampak-dampak penting yang telah diidentifikasi di dalam dokumen KAANDAL kemudian ditelaah secara lebih cermat dengan menggunakan metodologi yang telah disepakati. Telaah ini bertujuan untuk menentukan besaran dampak.

Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL).
Mengendalikan dan menanggulangi dampak penting lingkungan hidup yang bersifat negatif serta memaksimalkan dampak positif yang terjadi akibat rencana suatu kegiatan. 

Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL).
RPL adalah dokumen yang memuat program-program pemantauan untuk melihat perubahan lingkungan yang disebabkan oleh dampak-dampak yang berasal dari rencana kegiatan

Dokumen Ringkasan Eksekutif
Ringkasan Eksekutif adalah dokumen yang meringkas secara singkat dan jelas hasil kajian ANDAL.
                
Berdasarkan pasal 16 Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1982 tentang ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup yang meneybutkan bahwa setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan, wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan atau disingkat AMDAL yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah. Yang dimaksud dampak penting adalah perubahan yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh adanya suatu kegiatan.

Kegiatan apa saja yang perlu dilengkapi dengan AMDAL, tertuang dalam peraturan pemerintah nomor 29 tahun 1986 yaitu setiap rencana berupa:

Perubahan bentuk lahan dan bentuk alam, seperti: pembuatan jalan, bendungan, jalan kereta api dan pembuakaan hutan;

Eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tidak terbaharui, seperti; pertambangan dan eksploitasi hutan;

Proses dan kegiatan lain yang secara potential dapat menimbulkan pemborosan, perusakan dan kemerosotan pemanfaatan sumber daya alam dan energi, seperti, pemanfaatan tanah yang tidak diikuti dengan  konservasi dan penggunaan energi yang tidak diikuti dengan teknologi yang dapat mengefisienkan pemakainya.

Proses dan hasilnya yang mengancam kesejahteraan penduduk, pelestarian kawasan konservasi alam dan cagar budaya, seperti kegiatan yang proses dan hasilnyamenimbulkan pencemaran, penggunaan energi nuklir dan sebagainya;

Introduksi jenis tumbuhan dan jenis hewan, seperti introduksi jenis tumbuhan dan jenis hewan, seperti; introduksi suatu jenis tumbuhan baru yang dapat menimbulkan jenis penyakit baru pada tanaman; introduksi suatu jenis hewan baru yang dapat mempengaruhi kehidupan hewan yang telah ada;

Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati;

Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar mempengaruhi lingkungan;

http://wandylee.files.wordpress.com/2012/05/prosedur-amdal.jpg

Prosedur AMDAL terdiri dari:

1. Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
Proses penapisan atau disebut proses seleksi wajib AMDAL adalah proses untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak. Di Indonesia, proses penapisan dilakukan dengan sistem penapisan satu langkah. Ketentuan apakah suatu rencana kegiatan perlu menyusun dokumen AMDAL atau tidak dapat dilihat pada Keputusan Menteri Negara LH Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL.

2. Proses pengumuman
Pengumuman dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa kegiatan. Tata cara dan bentuk pengumuman serta tata cara penyampaian saran, pendapat dan tanggapan diatur dalam Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.

3. Proses pelingkupan (scoping)
Pelingkupan merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan lingkup permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting (hipotetis) yang terkait dengan rencana kegiatan. Hasil akhir dari proses pelingkupan adalah dokumen KA-ANDAL. Saran dan masukan masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan dalam proses pelingkupan.

4. Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL
Setelah KA-ANDAL selesai disusun, lalu dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki ataumenyempurnakan kembali dokumennya.

5. Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL
Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL). Setelah selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.

6. Persetujuan Kelayakan Lingkungan

Empat jenis studi AMDAL dalam PP 51 Tahun 1993, yaitu :

  1. AMDAL Proyek, yaitu AMDAL yang berlaku bagi satu kegiatan yang berada dalam kewenangan satu instansi sektoral
  2. AMDAL Terpadu/Multisektoral, adalah AMDAL yang berlaku bagi suatu rencana kegiatan pembangunan yang bersifat terpadu
  3. AMDAL Kawasan, yaitu AMDAL yang ditujukan pada satu rencana kegiatan pembangunan yang berlokasi dalam satu kesatuan hamparan ekosistem dan menyangkut kewenangan satu instansi.
  4. AMDAL Regional, adalah AMDAL yang diperuntukan bagi rencana kegiatan pembangunan yang sifat kegiatannya saling terkait dalam hal perencanaan dan waktu pelaksanaan kegiatannya.Dengan rencana pembangunannya sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Daerah
  5. AMDAL di Indonesia diberlakukan berdasarkan PP 51 Tahun 1993 (sebelumnya PP 29 tahun 1986) sebagai realisasi pelaksanaan UU No. 4 tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup yang saat ini telah direvisi menjadi UU No. 23 tahun 1997


Kelemahan AMDAL di Indonesia antara lain :
AMDAL belum sepenuhnya terintegrasi dalam proses perijinan satu rencana kegiatan pembangunan
Proses partisipasi masyarakat belum sepenuhnya optimal.
Terdapatnya berbagai kelemahan didalam penerapan studi-studi AMDAL.
Masih lemahnya metode-metode penyusunan AMDAL, khususnya aspek “sosial budaya”,

AMDAL di Indonesia telah lebih dari 15 tahun diterapkan. Meskipun demikian berbagai hambatan atau masalah selalu muncul dalam penerapan amdal, seperti juga yang terjadi pada penerapan amdal di negara-negara berkembang lainnya. Hambatan tersebut cenderung terfokus pada faktor-faktor teknis, seperti :
a. Tidak memadainya aturan dan hukum lingkungan.
b. Kekuatan institusi.
c. Pelatihan ilmiah dan professional.
d. Ketersediaan data

Penilaian Dokumen AMDAL
Mutu penilaian dokumen AMDAL dipengaruhi oleh empat faktor, yakni:
a. Kompetensi teknis anggota Komisi Penilai AMDAL.
b. Integritas anggota Komisi Penilai.
c. Tersedianya panduan penilaian dokumen AMDAL.
d. Akuntabilitas dalam proses penilaian AMDAL.

Prinsip-Prinsip dalam Penilaian Dokumen AMDAL
a. Prinsip Praktis
b. Prinsip Logis dan Sistematis
c. Prinsip Akuntabel (dapat dipertanggung-jawabkan)

Kriteria uji untuk penilaian dokumen AMDAL (KA, ANDAL, RKL dan RPL), yaitu:
a. Uji Administratif
b. Uji Fase Kegiatan Proyek
c. Uji Mutu yang meliputi Uji Mutu Aspek Konsistensi, Uji Mutu Aspek Keharusan, Uji Mutu Aspek Relevansi, dan Uji Mutu Aspek Kedalaman.

Jenis – Jenis AMDAL :
AMDAL TUNGGAL adalah hanya satu jenis usaha dan atau kegiatan yang berkewenang pembinaan dibawah satu instansi yang membidangi usaha dan atau kegiatan
AMDAL TERPADU ATAU MULTISEKTORAL adalah hasil kajian mengenai dampak besar dan penting usaha atau kegiatan terpadu yang direncanakan terhadap LH dan melibatkan lebih dari 1 instansi yang membidangi kegiatan tersebut
AMDAL KAWASAN adalah hasil kajian mengenai dampak besar dan penting usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap LH dalam satu kesatuan hamparan ekosistem zona pengembangan wilayah sesuai dengan RT atau RW yang ada.
AMDAL TENTANG PEMUKIMAN
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2000
Tentang : Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan Pembangunan Permukiman Terpadu
Definisi Pemukiman
Pemukiman adalah Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU no.4 tahun 1992, tentang Perumahan dan Permukiman).
Permukiman adalah kawasan yang didominasi oleh lingkungan yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan kerja yang terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan, sehingga fungsinya dapat berdaya guna dan berhasil guna. Permukiman ini dapat berupa permukiman perkotaan maupun permukiman perdesaan (Kamus Tata Ruang Tahun 1997). Permukiman adalah tempat atau daerah untuk bertempat tinggal dan menetap (Kamus Tata Ruang 1997) Permukiman di dalam kamus tata ruang terdiri dari tiga pengertian yaitu :
  1. Bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
  2. Kawasan yang didomisili oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan kerja terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna.
  3. Tempat atau daerah untuk bertempat tinggal atau tempat untuk menetap.
Berikut potensi dampak dari kegiatan pembangunan perumahan atau pemukiman :
  1. Perubahan Fungsi dan Tata Guna
Pembangunan kegiatan perumahan akan merubah tata guna lahan serta produktifitas lahan di lingkungan sekitar kawasan perumahan.
  1. Peningkatan Bangkitan Lalu Lintas dan Kerusakan Jalan
Pembangunan dan kegiatan operasional kawasan perumahan akan meningkatkan bangkitan lalu lintas sehingga kemungkinan akan terjadi kemacetan. Selain itu jika kemampuan (kapasitas) beban jalan maksimum disekitar lokasi ternyata tidak mampu untuk menerima beban tambahan dari kegiatan pembangunan dan operasional perumahan maka akan terjadi kerusakan alam.
  1. Penigkatan Run Off, Erosi dan Banjir
Kegiatan pembukaan lahan, pemotongan dan pengurungan tanah pada tahap konstruksi akan mengakibatkan peruubahan struktur dan sifat tanah, misalnya permukaan tanah menjadi terbuka, agrerat tanah hancur dan menjadikan tanah peka terhadap erosi.
Kegiatan pemadatan tanah pada tahap konstruksi juga mnegakibatkan air tidak dapat meresap ke dalam tanah, sehingga akan meningkatakan volume air limpasan (run off). Hal tersebut akan terus berlangsung sampai tahap operasi, sehingga ketika pemrakarsa tidak memiliki perencanaan yang matang mengenai jaringan saluran drainase dan upaya pencegahan banjir setempat yang baik maka bencana banjir akan terjadi. Kegiatan pemadatan inilah yang perlu menjadi titik berat dalam penilaian AMDAL atau UKL/UPL Pembangunan Perumahan dan Pemukiman.
  1. Penurunan Kualitas Udara (Debu)
Penurunan kualitas udara (peningkatan kadar debu) diakibatkan oleh kegiatan pembukaan lahan dan mobilisasi alat dan bahan pada tahap konstruksi serta dari kegiatan – kegiatan lain pada tahap operasi.
  1. Peningkatan Kebisingan
Peningkatan kebisingan diakibatkan oleh kegiatan pembukaan lahan dan mobilisasi alat dan bahan pada tahap konstruksi serta dari kegiatan – kegiatan lain pada tahap operasi.
  1. Penurunan Kualitas Air
Air limbah yang dihasilkan dari kegiatan pembangunan kawasan perumahan dapat berasal dari tahap operasional dari kegiatan – kegiatan lain pada tahap operasi.
  1. Penurunan Kuantitas Air
Berkurangnya daerah resapan air serta meningkatnya kebutuhana air yang diakibatkan oleh kegiatan pembangunan perumahan akan mengurangi kuantitas air tanah maupun kuantitas air permukaan.
  1. Perubahan Mata Pencaharian dan Pendapatan Penduduk
Perubahan mata pencaharian dan pendapatan penduduk lokal dapat ditimbulkan oleh kegiatan pembebasan lahan maupun oleh kegiatan penerimaan tenaga kerja pada tahap konstruksi dan operasi.
  1. Peningkatan Kesempatan Kerja dan Berusaha
Kegiatan konstruksi dan operasi akan mengakibatkan peningkatan kesempatan kerja dan berusaha bagi penduduk di sekitar kawasan perumahan.
  1. Keresahan dan Persepsi Masyarakat
Tidak adanya kesepakatan mengenai ganti rugi tanah antara pemrakarsa dan masyarakat pada saat kegiatan pembebasan lahan berlangsung dapat menimbulkan keresahan dan persepsi negatif dari masyarakat yang berada di area tapak proyek perumahan.
SYARAT KELENGKAPAN PRASARANA DAN SARANA
PENJELASAN KHUSUS SEKTOR PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH
  1. SUB SEKTOR USAHA PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN  PERMUKIMAN
Pengembangan usaha dalam sektor perumahan dan permukiman pada dasarnya harus mengikuti:
  1. Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.
  2. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah selaku Ketua Badan Kebijaksanaan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional (BKP4N) No. 217/KPTS/M/2002 tanggal 13 Mei 2002 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP).
  3. Pembangunan Perumahan  dan Permukiman Tidak Bersusun.
Pembangunan perumahan  dan permukiman tidak bersusun harus mengikuti Kawasan Perkotaan atau Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten, terdiri dari:
Rumah sederhana, Rumah menengah, Rumah mewah.
Persyaratan pembangunan perumahan dan permukiman tidak bersusun:
  1. Pembangunan  perumahan  sederhana  tidak  bersusun harus mengikuti Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/KPTS/1986 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun dan peraturan perubahannya.
  2. Pembangunan rumah sangat sederhana harus memenuhi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 54/PRT/1991 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sangat Sederhana dan peraturan perubahannya.
  3. Pembangunan rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah wajib menerapkan ketentuan  lingkungan  hunian  yang berimbang sesuai dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Perumahan Rakyat No. 648-384 Tahun 1992, No. 739/KPTS/1992 dan No. 09/KPTS/1992 dan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat selaku Ketua Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional No. 04/KPTS/BKP4N/1995 tentang Ketentuan Lebih Lanjut Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Negara Perumahan Rakyat.
  4. Bangunan rumah tidak bersusun yang belum selesai dibangun, dapat dijual dengan syarat harus memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 09/KPTS/ M/1995 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Rumah.
  5. Pembangunan Perumahan  dan Permukiman Bersusun.
Pembangunan perumahan  dan permukiman bersusun, terdiri dari:
  1. Satuan rumah susun sederhana.
  2. Satuan rumah susun menengah.
  3. Satuan rumah susun mewah.
Persyaratan pembangunan perumahan dan permukiman  bersusun:
  1. Pembangunan rumah susun harus mengikuti Undang-undang No. 16 Tahun 1985 dan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun, serta memenuhi persyaratan teknik pembangunan rumah susun sesuai dengan Peraturan  Menteri Pekerjaan Umum No.60/PRT/1992 dan peraturan tambahan/ perubahan-nya.
  2. Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun dan penerbitan Sertifikat Hak  Milik atas satuan   rumah  susun  harus  memenuhi   ketentuan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian Serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Buku Tanah serta  Penerbitan Sertifikat  Hak  Milik  Satuan  Rumah Susun.
  3. Pembentukan perhimpunan penghuni rumah susun harus memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat selaku Ketua Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional No.  06/KPTS/BKP4N/1995 tentang Pedoman Pembuatan Akta Pendirian, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Penghuni Rumah Susun.
  4. Bangunan rumah bersusun yang belum selesai dibangun, dapat dijual dengan syarat harus memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 11/KPTS/1994 tanggal 17 Nopember 1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan  Rumah Susun.
  5. Pembangunan Kawasan Siap Bangun (KASIBA) dan Lingkungan Siap Bangun (LISIBA)
Pengusahaan pembangunan  KASIBA dan LISIBA untuk keperluan perumahan dan permukiman harus mengikuti Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang KASIBA dan LISIBA yang berdiri sendiri.
  1. Perusahaan pembangunan perumahan harus membangun dan menyediakan tanah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1987  dan  Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 30 Tahun 1990 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan, Sarana Umum dan Sarana Sosial Perumahan kepada Pemerintah Daerah.
  2. Pengembang (developer) harus membangun hal-hal sebagai berikut:
  3. Prasarana lingkungan seperti:
Jalan, Saluran air limbah dan instalasi pengolahan air limbah, Saluran air hujan,Jaringan pengumpul air hujan dan atau sistem resapan air hujan.
  1. Utilitas umum, seperti:
Jaringan gas,Jaringan telepon, Penyediaan air bersih, Jaringan listrik, Pembuangan sampah, Pemadam kebakaran.
  1. Pengembang (Developer) menyediakan tanah untuk:
Sarana pendidikan, Sarana kesehatan, Sarana olahraga dan lapangan terbuka, Sarana pemerintahan dan pelayanan umum, Sarana peribadahan, Sarana pemakaman  sesuai   dengan   ketentuan-ketentuan   yang berlaku.
  1. Perusahaan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan (Secondary Mortgage Facility/SMF)
Dalam rangka mendukung kegiatan pembangunan perumahan dan permukiman diperlukan pengerahan dan pengelolaan sumber pembiayaan melalui perusahaan fasilitas pembiayaan sekunder perumahan (SMF) yang mengacu pada Keputusan Menteri Keuangan No. 132/KMK.014/1998.
  1. Usaha Jasa Profesional
Sebagai usaha penunjang sub sektor pembangunan perumahan dan permukiman, terbuka kegiatan usaha jasa profesional di bidang perumahan dan permukiman yang terdiri dari:
  1. Jasa Konsultan Pembangunan Properti (Property Development Consultant).
  2. Jasa Penilai Properti (Property Valuation/Appraisal).
  3. Jasa Perantara Properti (Property Agent termasuk Brokerage).
  4. Jasa Pengelola Properti (Property Management).
Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat selaku Ketua Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional No.  05/KPTS/BKP4N/1995 tanggal 23 Juni 1995 tentang Tatalaksana Pendaftaran Dalam Pembinaan Badan Usaha dan Jasa Profesional di Bidang Pembangunan Perumahan dan Permukiman.
2.      Bidang Usaha Prasarana dan Sarana Perumahan dan Permukiman
Bidang usaha prasarana dan sarana perumahan dan permukiman tidak hanya di kawasan perumahan dan permukiman, tapi termasuk pula di kawasan perkotaan, pedesaan, kawasan industri, dan kawasan fungsional lainnya.
  1. Bidang Air Bersih
Terdiri dari kegiatan pembangunan, pengelolaan (termasuk pengoperasian dan pemeliharaan), rehabilitasi, penyewaan dan penambahan untuk sebagian atau keseluruhan dari sistem penyediaan air bersih yang meliputi lingkup pekerjaan:
  1. pengambilan air baku:
bangunan pengambilan/penangkapan air baku.
2.      Transmisi:
pipa transmisi unit produksi, bangunan air baku ke unit produksi; pipa transmisi unit instalasi ke distribusi.
3.      unit produksi:
instalasi pengolahan air.
4.      distribusi:
reservoir; jaringan distribusi utama, sekunder, tersier;sambungan pelanggan (SR).
5.      pengadaan jasa:
pengoperasian;pemeliharaan; penurunan kebocoran;pencatatan meter;penagihan.
  1. Bidang Sampah
Terdiri dari kegiatan pembangunan, pengelolaan (termasuk pengoperasian dan pemeliharaan), rehabilitasi, penyewaan dan penambahan untuk sebagian atau keseluruhan dari sistem pengelolaan sampah yang meliputi lingkup pekerjaan:
  1. Pengadaan fasilitas:
tempat pembuangan sementara (TPS); tempat pembuangan akhir (TPA); fasilitas pengolahan sampah;pengadaan alat angkut sampah;pengumpulan sampah dari rumah-rumah.
2.      Pengadaan jasa:
pengumpulan sampah; pengangkutan sampah; pengolahan sampah; pengelolaan TPA; penagihan.
  1. Bidang Air Limbah
Terdiri dari pembangunan, pengelolaan,  rehabilitasi, penyewaan dan penambahan untuk sebagian atau keseluruhan dari sistem pengelolaan air limbah yang meliputi lingkup pekerjaan:
  1. Pengadaan fasilitas:
pembangunan jaringan pengumpul; instalasi pengolahan air limbah (IPAL); pengadaan alat angkut limbah; pengadaan sambungan rumah.
2.      Pengadaan jasa:
pengoperasian; pemeliharaan; pengumpulan air limbah; penagihan.
Bentuk usaha di bidang prasarana dan sarana perumahan dan permukiman (air bersih, sampah dan air limbah) dapat berupa:
  1. usaha patungan/kerjasama antara swasta dan Pemerintah Daerah  sesuai dengan Keputusan Presiden No. 7 Tahun 1998;
  2. diusahakan oleh swasta sendiri dengan pengawasan/izin Pemerintah Daerah setempat.
  3. Pembangunan  dan  Pengusahaan  Gedung  Perkantoran
  4. Kegiatan pembangunan suatu gedung perkantoran disamping harus  memenuhi standar internasional, juga harus mengacu pada ketentuan yang telah diatur dalam Undang-undang tentang Bangunan Gedung. Yang dimaksud dengan standar internasional adalah mempunyai persyaratan fasilitatif bagi  kegiatan  administrasi  modern  baik  di bidang pemerintahan maupun  di bidang kegiatan  usaha;
  5. Pembangunan gedung perkantoran mengacu kepada ketentuan tentang bangunan gedung dan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) luas lantai sesuai Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
2) lokasi gedung perkantoran sesuai dengan rencana lingkungan  permukiman  (detail bestenings  plan) yang   disahkan  dalam  rangka master  plan kota/ daerah  yang bersangkutan;
3) mendapat izin bangunan dari suatu instansi pemerintah yang memenuhi kualifikasi Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
  1. Bangunan gedung perkantoran yang belum selesai dibangun dapat dijual, yang pelaksanaannya mengacu kepada  Pedoman  Perikatan  Jual Beli Satuan Rumah Susun (Keputusan Menteri Perumahan Rakyat No. 11/KPTS/1994).
  2. Pembangunan  dan  pengusahaan  gedung parkir,  gedung asrama, gedung  pusat perbelanjaan  dan  lain-lain, harus memenuhi ketentuan yang  berlaku  untuk pembangunan  gedung perkantoran.

Ada 5 (lima) prinsip utama dari konsep perumahan dan pemukiman yang berwawasan lingkungan yang harus dikembangkan sesuai kondisi awal yang ada, yaitu:

(1) Mempertahankan dan memperkaya ekosistem yang ada
Termasuk di dalamnya adalah berlanjutnya ekosistem yang ada. Perubahan yang dilakukan terhadap unsur ekosistem karena adanya pembangunan gedung atau prasarananya harus diimbangi dengan peningkatan kemampuan dari unsure ekosistem yang tidak terusik. Di samping itu, perlu ditambah unsur ekosistem baik secara kuantitatif maupun kualitatif yang memperkaya peran ekosistem secara keseluruhan.

(2) Penggunaan energi yang minimal
Baik rencana makro maupun mikro perumahan dan permukiman harus memanfaatkan sistem iklim yang ada (secara pasif) dan perancangan bangunan yang memanfaatkan prinsip yang sama ditambah dengan sistem radian yang dapat meningkatkan efektifitasnya dibandingkan dengan system pasif. Pemilihan bahan bangunan, cara membangun dan rancangan bentuk dapat berpengaruh terhadap kebutuhan energi baik jangka pendek maupun panjang.

(3) Pengendalian limbah dan pencemaran
Limbah yang harus dikendalikan mulai dan yang dihasilkan oleh jamban dan kamar mandi, dapur, rumah sampai akibat dan pemakaian berbagai peratatan listrik, bahan bakar fosil dan sebagainya. Limbah ini harus terkelola dengan baik dan jelas dengan prinsip produksi bersih.

(4) Menjaga kelanjutan sistem sosial-budaya lokal
Gaya hidup yang berlaku sudah secara mantap diterjemahkan ke dalam berbagai tatanan dan bentuk bangunan serta peralatan yang dipakai sehari-hari. Kaidah dan pola dan warisan budaya dan pola hidup ini harus menjadi dasar awal untuk dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan baru yang diciptakan oleh pembangunan yang maju dan berhasil yang merupakan proses berlanjut.

(5) Peningkatan pemahaman konsep lingkungan
Permukiman terbentuk melalui proses yang berlangsung terus. Dalam perkembangan proses ini selalu akan terjadi pergantian pemukim baik secara alami melalui proses lahir dan mati, maupun karena mobilitas penduduk antara yang datang dan pergi.



sumber :


Sekian Artikel Dari Saya. . .
Soleh Hakim Ansori
Y011-SOLEH

Tidak ada komentar: