Dalam
tiga dasawarsa terakhir telah terjadi perubahan cara pandang dunia dalam
melihat masalah lingkungan.
Pada
tahun enam puluhan masalah lingkungan hanya dipandang sebagai masalah lokal,
pencemaran udara diperkotaan, masalah limbah industri, dan sebagainya.
Pada
tahun tujuh puluhan masalah lingkungan
dipandang sebagai masalah global seperti hujan asam, kerusakan lapisan ozon,
pemanasan global dan perubahan iklim. Pada tahun delapan puluhan timbul
kesadaran bahwa masalah lingkungan global dapat mengancam kelangsungan
pembangunan ekonomi.
Hal ini
telah mendorong lahirnya Konsep Pembangunan Berkelanjutan, yang kemudian
diterima oleh hampir seluruh dunia. Menjelang berakhirnya abad dua puluh ini
terjadi perubahan yang nyata dalam tatanan ekonomi dunia yaitu proses
globalisasi disemua aspek kehidupan ekonomi yang membentuk dunia baru dengan
batas-batas antar negara yang makin kabur, dengan aturan main yang berbeda
dengan tatanan sebelumnya.
Agar
berhasil dalam persaingan global perlu dipahami aturan main yang berlaku di
dalamnya. Salah satu ketentuan yang harus dipenuhi adalah bahwa dalam proses
produksi suatu produk dan jasa tidak boleh merusak lingkungan (Hadiwiardjo,
1977).
Melihat
upaya yang makin gencar untuk perlindungan lingkungan, semua negara sepakat
mengenai kewajiban melindungi dan memelihara kelestarian lingkungan hidup.
Kenyataan ini telah menempatkan aspek lingkungan menjadi faktor yang
berpengaruh dalam pola perdagangan barang dan jasa. Issue pelestarian dan
perlindungan lingkungan hidup dijadikan prasyarat bagi setiap negara yang ingin
ikut berperan aktif dalam perdagangan dunia.
Sementara
itu di Indonesia ada satu fenomena yang
menonjol pada era reformasi ini yaitu timbulnya kesadaran masyarakat akan
hak-haknya sebagai warga negara termasuk hak untuk ikut menentukan arah
perkembangan masa depan bangsa. Masyarakat sekarang tidak sekedar memiliki
kesadaran tersebut tetapi juga memiliki keberanian dan punya komitmen kuat untuk
memperjuangkan hak-haknya yang selama ini agak terabaikan.
Salah
satu issue utama yang mendapat perhatian besar adalah pencemaran lingkungan
hidup oleh perusahaan-perusahaan industri. Masalah pencemaran lingkungan
sebenarnya sudah lama menjadi sorotan masyarakat diberitakan meluas oleh
berbagai media massa, tetapi kurang mendapat tanggapan positif dari aparat
berwenang. Pada era reformasi ini masalah pencemaran lingkungan tetap mendapat
sorotan tajam dari masyarakat dan tuntutan dari masyarakat akan hak-haknya
untuk mendapatkan kualitas lingkungan hidup yang sehat semakin keras
dikumandangkan.
Sekarang
ini pihak pengusaha industri mendapat tekanan kuat dari dua arah secara
simultan yaitu dari luar dan dalam negeri. Dalam situasi demikian, perusahaan industri
jika ingin survive tidak punya pilihan lain, selain meninjau dan mengkaji ulang
visi, orientasi dan kebijakan perusahaan terhadap lingkungan hidup. Mereka
dituntut untuk merubah Sistem Manajemen Lingkungan agar sesuai dengan konsep
Pembangunan Berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Kebijakan-Kebijakan Mengenai Manajemen Lingkungan Di Dunia
Wawasan pengetahuan terhadap lingkungan memberikan
polarisasi dalam cara pandang di negara-negara maju dan di negara-negara
berkembang. Cara pandang ini menjadi berbed, dipengaruhi oleh tingkat kemajuan teknologi, kesejahteraan, keamanan,
dan kepedulian masing-masing negara tersebut.
Pada negara maju, kerusakan lingkungan dipandang sebagai ancaman terhadap kehidupan.
Sebaliknya, pada negara berkembangyang masih bergulat dengan pemenuhan
kebutuhan dasar hidup, kepedulian terhadap
lingkungan masih rendah dan mereka belum mempunyai sistem penanganan lingkungan
yang memadai.
Beberapa kerusakan lingkungan mencuat ke permukaan
disebabkan kelalaian manusia, penguasaan pengetahuan tentatang lingkungan
yang rendah, serta bencana alam.
Dalam kaitannya dengan lingkungan, biasanya suatu negara
telah mempunyai sistem pencegahan dan penanganan kerusakan lingkungan dengan
membuat aturan hukum yang mengikat untuk proyek yang akan dilaksanakan. Beberapa kebijakan yang telah
dibuat dapat dijelaskan sebagai berikut ( Kementrian Lingkungan Hidup, 2005 ):
1. Amerika
Serikat memberlakukan undang-undang mengenai penyertaan laporan Analisis Dampak
Lingkungan untuk proyek-proyek besar berlaku 1 Januari 1969, yaitu National
Environtmental Policy Act ( NEPA ), yang merupakan reaksi atas kerusakan
lingkungan akibat pencemaran pestisida, limbah industri, rusaknya habitat
tumbuhan dan hewan langkah.
2. Indonesia
memberlakukan undang-undang No. 4 Tahun 182 tetang Ketentuan-Ketentuan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Pelaksanaannya diatur Peraturan pemerintah No. 29 Tahun 1986 yang
berlaku 5 Juni 1987.
3. Tahun 1994
diterbitkan keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup, yaitu KEP-12/MENLH/3/1994
tentang Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup ( UKL ) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup ( UPL ). Kemudian terbit lagi Undang-Undang No. 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dilanjutkan dengan Peraturan
Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tetang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ( AMDAL
). Jenis rencana usaha dan kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL diputuskan oleh Mntri Lingkungan Hidup pada PP No. 17 Tahun 2001.
4. Masyarakat
dunia telah memikirkan secara bersamaan mengenai isu kerusakan lingkungan hidup
pada Konferensi Tingkat Tinggi ( KTT ) Manusia dan Lingkungan di Stockholm
tahun 1972. Pada tahun 1992 di Rio de Janeiro dilakukan KTT Bumi yang berisi
tentang lingkungan dan pembangunan, dimana kerusakan lingkungan disebabkan
pembangunan yang tidak berkelanjutan. Kemudian pada tahun 2002 dilakukan KTT
Pembangunan Berkelanjutan [ World Summit
on Sustainable Dvelopment ( WSSD ) ] di
Johannesburg yang menghasilkan Agenda
21, yang kemudian menghasilkan kesepakatan rencana tindak kegiatan yang
disepakati dunia untuk memecahkan masalah lingkungan dan pembanguna dengan
fokusnya yaitu air, energi, kesehatan, pertanian, dan keanekaragaman hayati
harus peduli terhadap lingkungannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar