Sungai Ciliwung dulu dan sekarang oleh stasiun tv swasta |
Sungai Ciliwung membentang dari hulu di antara Gunung Gede dan Gunung Pangrango, turun ke bawah melewati Depok, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, kemudian bermuara di Laut Jawa.
Sungai dengan panjang sekitar 170 km ini
menjadi jantung kehidupan manusia di daerah aliran sungainya. Entah digunakan
sebagai MCK atau air minum. Dari tahun ke tahun jumlah penduduk meningkat maka
kebutuhan manusia pun meningkat. Sayangnya, perkembangan teknologi dan
pemanfaatannya di tangan manusia tidak bertanggung jawab menghasilkan dampak negatif
terhadap sungai Ciliwung.
Penggunaan deterjen, sabun, pemutih
pakaian, dan bahan kimia pembantu pekerjaan rumah tangga justru mencemari
kemurnian sungai hingga menyebabkan terganggunya ekosistem alami. Ditambah
dengan menjamurnya pabrik-pabrik di daerah Depok dan Jakarta yang mengalirkan
limbahnya, baik padat maupun cair, selama beberapa dekade mengubah wajah Sungai
Ciliwung.
Jika kita tengok hulu Sungai Ciliwung,
kontrasnya dengan penampakannya di Depok dan Jakarta pasti membuat kaget. Sumber
air di hulu Sungai Ciliwung sangat baik dan jernih. Sedangkan pada badan sungai
biasa ditemukan sampah domestik semisal plastik dan botol, limbah mebeul, warna
keruh perpaduan limbah cair pabrik, dan lain-lain. Ini belum seberapa
dibandingkan ketika datang musim penghujan. Dahan pohon di sekitar bantaran
sungai bisa terbawa hingga Jakarta dan muncullah “banjir kiriman”.
Banjir yang terjadi di Jakarta memang menjadi
objek prihatin dan biasanya Bogor menjadi kambing hitamnya karena nasibnya
menjadi kota yang pertama disinggahi aliran Sungai Ciliwung. Faktanya, semua
tempat di daerah aliran sungai ikut bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan
air yang terjadi. Bukan hanya Bogor atau Jakarta saja.
Sensus penduduk tahun 1930 mencatat
penduduk kota Bogor sebanyak 31.818 jiwa, terus meningkat secara signifikan
hingga menjadi 750.250 jiwa pada tahun 2006. Laju urbanisasi yang tak
terbendung dan terkendali ini menyulap bantaran sungai menjadi pemukiman ilegal.
Tidak tanggung-tanggung, banyak rumah tidak layak dibangun di atas sungai hanya
dengan penopang kayu. Jadi bukan hal aneh jika banjir kadang menyapu perumahan
warga.
Bantaran sungai yang menjadi pemukiman ilegal |
Padahal, bantaran sungai berfungsi untuk
menyerap dan membendung luapan air saat hujan. Pohon-pohon yang ditebang juga
menjadi penyumbang alasan mengapa sering terjadi longsor. Karena akar-akar
pohon yang menancap jauh ke dalam tanah bertugas untuk “menopang” tanah
sehingga tidak mudah bergeser.
Manusia tak bertanggung jawab memang lebih
senang melemparkan kesalahan kepada pihak lain tanpa mengadakan introspeksi
terlebih dahulu. Bagaimana dengan kita? Apakah kita termasuk golongan yang
tidak bertanggung jawab itu? Yang membuang sampah tidak pada tempatnya? Pada
akhirnya semuanya kembali lagi ke kesadaran masing-masing.
Oleh : Andiny Arifin
Referensi :
https://id.wikipedia.org/wiki/Ci_Liwung
http://www.slideshare.net/NisaIchaEl/plh-10-analisis-sungai-ciliwung-10770032
https://teguhmanurung.wordpress.com/2009/09/20/kota-bogor-nasibmu-kini/
http://www.merdeka.com/peristiwa/kampung-ini-bukti-nyata-jakarta-terancam-tenggelam.html
http://koran.tempo.co/konten/2015/08/19/380302/Daerah-Aliran-Sungai-Ciliwung-di-Depok-Rusak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar